Sabtu, 29 Oktober 2011

MASAIL FIQIH

KUPON BERHADIAH, HADIAH PERLOMBAAN DAN IBADAH HAJI HADIAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Masa’il fiqhiyah

Dosen pembimbing :
Drs. Imam syuhadi, M Pd



Disusun Oleh:
Etik Musrifah
Fitri Dewi Khumaeroh
Distriani
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NGAWI
2011


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam Islam mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia bisa melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemaslahatan hidupnya. Islam telah mengatur jalan hidup manusia lewat al-Qur’an dan al-Hadits, supaya manusia dijauhkan dari sifat yang hina karena prilaku konsumsinya. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin kehidupan manusia lebih baik dan sejahtera.
Berdasarkan teori ekonomi, “kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna, kalau kepuasan semakin tinggi maka semakin tinggi pula nilai gunanya, sebaliknya bila kepuasan semakin rendah maka semakin rendah pula nilai gunanya” seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasannya mempertimbangkan beberapa hal, barang yang dikonsumsi tidak haram, termasuk di dalamnya berspekulasi, menimbun barang dan melakukan kegiatan di pasar gelap, tidak mengandung riba dan mem-pertimbangkan zakat dan infaq. Oleh karena itu kepuasan seorang muslim tidak didasarkan atas banyak sedikitnya barang yang bisa dikonsumsi, tetapi didasarkan atas berapa besar nilai ibadah yang didapatkan dari apa yang dilakukannya.
Selanjutnya untuk meningkatkan kepuasan kosumen sebagai upaya menarik minat konsumen terhadap nilai guna, maka produsen sebagai penyedia barang-barang konsumsi memberikan sesuatu sebagai daya tarik konsumen agar mau memenuhi setiap kebutuhan hidup sehari-hari pihak produsen mengadakan berbagai macam upaya untuk melakukan dan memupuk kepercayaan serta keinginan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya tersebut, pihak produsen sebagai penyedia barang memberikan berbagai macam hadiah-hadiah bagi konsumen yang berbelanja di suatu perusahaan atau pasar-pasar swalayan dari setiap transaksinya

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Kupon Berhadiah Dan Hukumnya ?
2. Bagaimana status hokum hadiah perlombaan ?
3. Bagaimana hukum haji berhadiah?
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan Makalah yaitu :
1. Untuk mengetahui tentang kupon berhadiah , hadiah perlombaan dan ibadah haji hadiah .
2. Untuk mengetahui bagaimana hokum – hokum persoalan di atas
.
D. Manfaat
Adapun manfaat dalam penyusunan makalah ini yaitu:
Menambah wawasan untuk diri sendiri maupun orang lain tentang apa itu tentang kupon berhadiah , hadiah perlombaan dan ibadah haji hadiah dan bagimana status hokum nya serta Kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang kita kaji dari pembahasan tentang persolan tersebut


BAB II
PEMBAHASAN
A. KUPON BERHADIAH
1. Pengertian kupon berhadiah
Kupon berhadiah menurut M. Ali Hasan adalah, “memberikan barang dengan mengundi surat kecil atau karcis (kupon) dan tidak ada tukarannya atas dasar syarat-syarat tertentu yang diterapkan sebelumnya, menang atau kalah sangat bergantung kepada nasib, penyelenggaranya bisa oleh perorangan, lembaga atau badan baik resmi maupun swasta menurut peraturan pemerintah, yang bertujuan untuk mengumpulkan dana atau propaganda peningkatan pemasaran barang dagangan”
Salah satu strategi pemasaran terhadap barang-barang dagangan yang dijual oleh para pedagang agar menarik minat para calon konsumen untuk membeli produk-produk yang dipasarkan adalah dengan memberikan iming-iming hadiah kepada para calon kunsumen. Hadiah tersebut ada yang diberikan langsung kepada setiap konsumen yang membeli produk dalam jumlah tertentu yang dipasarkan oleh suatu lembaga atau perusahaan tertentu dan ada pula yang diberikan secara diundi, sehingga hanya konsumen yang memenangkan undian yang berhak mendapatkan hadiah. Pemberian hadiah kepada para konsumen yang telah membeli produk-produk yang dipasarkan oleh para pedagang atau perusahaan menimbulkan polemik atau pertanyaan bagi sebagian umat Islam mengenai pembolehannya atau tidaknya pemberian hadiah tersebut menurut hukum Islam.
Menurut Imam Syafi’i, pengertian hadiah adalah “memberikan milik secara sadar yang dilakukan sewaktu hidup karena untuk mengharapkan pahala dan menaruh rasa hormat, pengertian demikian juga bisa dinamakan hibah dan setiap hadiah juga hibah”. Pada dasarnya hadiah tidak berbeda dengan hibah, hanya saja kebiasaannya hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang. Pada hakekatnya hadiah yang diberikan dapat membedakannya dari niat seseorang yang hendak memberikannya, ringkasnya bila pemberian tersebut (hadiah) seseorang berkehendak dengan pemberiannya kepada pahala akhirat semata, maka didapat disebut sedekah, sedangkan bila tidak bertujuan apapun dari pemberiannya maka disebut hibah, kemudian bila ia bermaksud untuk menaruh suatu penghargaan atau rasa hormat, kasih sayang dan pembalasan yang baik, dari apa yang telah dilakukan seseorang atas perbuatan sesuatu maka disebut dengan hadiah.
Sebagai contoh, suatu perusahaan penjualan produk-produk industri baik industri makanan maupun indusrti tekstil (pakaian) yang biasanya dilakukan oleh pedagang besar seperti pasar swalayan, departemen store, mall, maupun pusat-pusat berbelanjaan lainnya, sering mengadakan penarikan dan pemberian kupon berhadiah yang kemudian pada dekade atau jangka waktu tertentu akan dilakukan penarikan kupon-kupon hadiah yang telah terkumpul guna menentukan pemenang dari hadiah-hadiah yang telah dijanjikan sebelumnya, sebagai rasa terima kasih pihak pedagang kepada konsumen yang telah berbelanja dan juga sebagai propaganda peningkatan pemasaran barang dagangan dan produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan penjualan tersebut.
2. Hukum Kupon Berhadiah.
Untuk menentukan hukum tentang masalah ini, para ulama sering berbeda pendapat. Hal ini terjadi karena jalan qiyasnya yang juga berbeda. Dari dalil-dalil tersebut, ada yang mengqiyaskannya dengan judi dan ada juga yang mengqiyaskannya dengan halalnya jual-beli. Oleh sebab itu dalam kaidah hukum Islam disebutkan “jika terdapat dua qiyas atau dua dalil selain dari nash-nash yang ada dan belum juga jelas ketentuan keduanya maka diambil mana yang (dikira) adil dalam pengambilan dalil dari keduanya.”
Menurut hemat penulis, meskipun kupon berhadiah merupakan salah satu cara guna mendapatkan suatu hadiah yang dijanjikan sebelumnya, namun dalam konsep pelaksanaannya, kita harus dapat menilai apakah kupon berhadiah tersebut digolongkan kedalam kupon berhadiah yang mengandung unsur judi di dalamnya, seperti halnya togel ataupun yang sejenisnya, maka Islam melarang bagi umatnya untuk berpartisipasi di dalamnya, kemudian jika kupon berhadiah tersebut didapatkan dari jual beli suatu benda yang disertai hadiah, baik secara langsung maupun diundi dengan tujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli produk-produk yang dipasarkan atau untuk menarik minat konsumen agar tertarik untuk berbelanja di toko maupun tempat-tempat berbelanja yang menyediakan hadiah bagi para konsumennya adalah sah dan diperbolehkan. Artinya, hadiah yang diberikan melalui pengundian kupon berhadiah yang berlaku sekarang untuk mempromosikan barang-barang dagangan dari produk atau produsen pemasaran dengan cara bermu’amalah adalah diperbolehkan dan bukan termasuk unsur judi, karena pemegang kupon berhadiah itu tidak dirugikan karena kupon didapat dari transaksi mu’amalah (jual beli) yang dilakukan pembeli dari toko atau tempat perbelanjaan lainnya.
Di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275, Allah menjelaskan, “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”, dan di dalam suarat an-Nisa’ ayat 29, juga dijelaskan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…”. Kedua ayat ini menunjukkan betapa Allah sangat menghalalkan jual-beli yang di dasarkan pada azaz saling meridhoi dan dengan jalan apapun juga, termasuk memberikan iming-iming hadiah asalkan tidak diikuti oleh al-kadzbu atau dusta, bahkan Allah membedakan mana yang jual-beli dan mana yang riba (sesuatu yang merugikan). Berdasarkan ayat-ayat ini para ulama Indonesia melalui lembaga fatwanya Majelis Ulama Indonesia (MUI), kemudian Lembaga Bahtsul Masa’il NU dan Lembaga Tarjih Muhammadiyah berijma’, bahwa penarikan kupon berhadiah yang ada di dalam pelaksanaan jual beli adalah boleh, dengan artian bahwa praktek perniagaan yang disertai dengan hadiah adalah sah asalkan telah mencukupi syarat-syarat jual beli dan hadiahnya pun halal karena tidak terdapat untung rugi dalam hadiah itu, maka hal tersebut tidak termasuk judi sebagaimana yang diharamkan oleh agama, karena defenisi judi adalah, setiap permainan yang mengandung persyaratan di mana ada yang kalah dan mesti ada sesuatu keuntungan bagi yang menang, yang kalah pasti menanggung kerugian.
Hal ini sesuai dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana apabila akan berpergian maka beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, siapa di antara mereka yang keluar baginya, maka itulah yang diajak pergi bersamanya. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dalam pembahasan fiqhnya, hal ini dikenal dengan sebutan al-ju’al atau sayembara yang dalam tataran praktik bisa berbentuk pemberian hadiah bagi orang yang menemukan barang yang hilang atau melakukan hal tertentu. Dan al-ju’al adalah mu’amalah mudah. Meski beberapa bentuk judi juga menggunakan undian, namun ada perbedaan antara al-maisir/al-qimar dengan al-ju’al. Di dalam al-maisir ada taruhan dari peserta sedang al-ju’al tidak menggunakan taruhan. Namun kejelasan tentang hal ini perlu diketahui bahwa hal ini merupakan bagian dari hukum bermu’amalah, di mana terdapat kaidah hukum ;
Artinya : “dasar setiap sesuatu (pekerjaan) adalah boleh, sampai ada dalil (petunjuk) yang yang mengaharamkannya.”
Dan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; “Kaum muslimin bertransaksi sesuai dengan syarat-syaratnya selama tidak dihalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” HR. Muslim
Oleh sebab itulah, maka dapat diketahui bahwa undian berhadiah sifatnya memang untung untungan, akan tetapi yang menjadikan undian menjadi haram adalah jika terdapat unsur judi yakni adanya harta yang dipertaruhkan. Dalam kasus undian berhadiah, ia sangat mungkin mengandung judi tapi bisa pula tidak. Secara rinci dapat dijelaskan dua kemungkinan tersebut :
1. Harga produk menjadi naik dengan adanya undian. Misalnya, sebuah perusahaan menyelenggarakan undian pada produk A. Akan tetapi dengan adanya undian tersebut, harga produk A bertambah, atau mungkin harga tetap tetapi kuantitas¬-kualitasnya dikurangi hingga tidak sesuai harganya. Hal ini, adalah haram dan termasuk perjudian. Sebab, ada harta yang dipertaruhkan dan hadiah yang diperoleh kemungkinan besar berasal dari keuntungan harga barang yang telah ditambah.
2. Harga barang tidak naik. Kebanyakan undian berhadiah memang tidak disertai kenaikan harga produk. Undian tersebut hanyalah usaha persuasif dari produsen untuk meningkatkan daya beli konsumen. Dan mengikuti undian semacam ini adalah boleh. Sebab, saat membeli produk yang terdapat undian tersebut, jumlah uang yang dikeluarkan memang sebanding dengan nilai barang yang dibeli. Menang atau tidak, pembeli tidak dirugikan. Akan tetapi jika tujuan membeli produk tersebut hanya agar bisa mendapat kupon dan menambah kesempatan dalam memperoleh hadiah, hal ini tidak dibolehkan. Contohnya, seseorang membeli permen A sekian banyak hanya agar bisa memperoleh kupon hadiah. Sedang sebenarnya ia sendiri tidak butuh dengan permen tersebut. Maka hal ini tidak dibenarkan karena ter¬masuk perbuatan boros dan membuang harta sia-sia. Sedang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya menyia-nyiakan hartanya. Apalagi jika untuk mengikutinya, peserta undian harus mengeluarkan biaya tambahan berupa pengiriman pos.

B. Hadiah Perlombaan
1 . Pengertian hadiah perlombaan
Hadiah perlombaan merupakan sesuatu yang diberikan secara cuma- Cuma pada seseorang karena telah memenangkan suatu perlombaan.
Hukum musabaqah ada tiga macam. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “perlombaan ada tiga macam:
1. Perlombaan yg dicintai oleh Allah dan RasulNya seperti lomba berkuda, memanah dan sebagainya yg tujuannya adalah persiapan utk jihad. dasarnya adalah sabda Nabi: “Tidak ada perlombaan kecuali pada khuff (unta) atau panah atau hafir (kuda)”. (HR yg lima).Madzhab hanafiyah memasukkan dalam golongan ini perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits dan fiqih dan dipilih oleh syaikhul islam ibnu Taimiyah.
2. Perlombaan yg dibenci oleh Allah dan RasulNya yaitu yg dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan dan menghalangi dari dzikir kepada Allah dan shalat. Seperti maen kartu remi dsb.
3. Perlombaan yg tidak dicintai oleh Allah tidak juga dimurkai, hukumnya mubah seperti lomba lari, lomba renang, adu gulat dsb.
2. Hukum Perlombaan Berhadiah

Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata: “Mengambil ‘iwadl (hadiah) dalam perlombaan ada tiga macam:

1. Perlombaan yg diperbolehkan tanpa hadiah dan tidak boleh mengambil hadiah seperti perlombaan balap mobil, perahu dsb.
2. Perlombaan yg tidak boleh dilakukan baik dengan hadiah maupun tanpa hadiah, yaitu setiap perlombaan yg menjerumuskan kepada dosa dan permusuhan.
3. Perlombaan yg diperbolehkan baik dgn hadiah ataupun tidak, yaitu perlombaan dalam memanah, berkuda dan unta sebagaimana ditunjukkan oleh hadits di atas.
3. Hukum Mengeluarkan Harta (hadiah) Dalam Perlombaan.

Para ulama menyebutkan tiga keadaan:
1. Hadiah dari gubernur atau yg semacamnya. Hukumnya boleh dengan ijma para ulama.
2. Hadiah dari salah satu peserta lomba, seperti si A berkata kepada kpd si B: ayo lawan aku dalam perlombaan, jika kamu menang saya akan memberikan hadiah utkmu, dan jika kamu kalah maka kamu tidak ada kewajiban apapa. Hukumnya juga boleh menurut seluruh ulama kecuali yg diriwayatkan dari Al Qasim bin Muhammad. Namun yg shahih boleh karena ini sama dgn hadiah dan tidak ada makna perjudian.
3. Hadiah dari semua peserta, dimana setiap peserta mengeluarkan uang dan yg menang mengambil semua uang tsb. Hukumnya: terjadi khilaf para ulama: jumhur menyatakan haram kecuali bila ada pihak ketiga yg disebut muhallil, alasannya karena ini adalah bentuk perjudian karena hakikat perjudian adalah seseorg berada diantara untung atau rugi. Dan ini ada dalam perlombaan seperti itu.
Namun utk perlombaan yg dicintai oleh Allah dan RasulNya yaitu perlombaan yg mendukung jihad seperti lomba memanah, dan berkuda, syaikhul islam membolehkannya secara mutlak, dan beliau memandang bahwa itu pengecualian dari perjudian karena mashlahatnya besar.
Syarat-syarat Sah Perlombaan:
1. Menentukan jenis kendaraan dgn mata kepala
2. Kendaraan yg dipergunakan utk berlomba harus sama, seperti kuda arab dengan kuda arab dsb
3. Jaraknya harus ditentukan.
4. Bila ada hadiah, maka hadiah itu harus mubah dan diketahui.
5. Tidak boleh ada unsur perjudian.

Contoh Bentuk Perlombaan Yang Diharamkan
Pantia acaran 17-an di sebuah kelurahan menyelenggarakan lomba kejuaraan bulu tangkis.Untuk bisa mengikuti kuis tersebut, tiap peserta diwajibkan membayar biaya sebesar Rp 100.000, -. Peserta yang ikutan jumlahnya 100 orang. Dengan mudah bisa dihitung berapa dana yang bisa dikumpulkan oleh yayasan tersebut, yaitu 10.000.000 rupiah.
Dana itu sepenuhnya digunakan untuk memberli piala dan hadiah-hadiah agi para juaran. Besarnya dibagi-bagi mulai dari juara pertama, kedua, ketiga serta harapan satu, dua dan tiga. Nilai total hadiah itu adalah sebesar 10 juta, maka pihak panitia lomba itu pada hakikatnya sedang menyelenggarakan ebuah arena perjudian, sebab hadiah yang disediakan semata-mata diambil dari kontribusi peserta.

Bagaimana Yang Halal?
Yang halal mudah saja, silahkan cari sponsor atau pihak-pihak yang mau menyediakan hadiah bagi para penenang lomba. Asalka hadiah itu tidak diambilkan dari retribusi para peserta, sebenarnya hakikat perjudiannya sudah hilang.
Misalnya, pak Lurah menyediakan sponsor sebesar 10 juta, maka urusannya sudah selesai. Pihak panitia boleh menggunakan dana retribusi peserta untuk biaya konsumsi, sewa kursi, keamanan, kebersihan atau keperluan lainnya yang terkait dengan lomba.
C .Ibadah Haji Hadiah
Hukum apabila Haji seseorang,dimana. keberangkatan Haji nya dari pemberian hadiah ,artinya tidak dengan uang. sendiri. Apabila pemberian (hadiah) tersebut dari orang tuanya wajib menerima pemberian. itu dan menunaikan ibadah haji.. Yang jadi masalah adalah seseorang diberi uang oleh orang lain agar ia menunaikan ibadah haji wajib, apakah ia wajib menerima uang pemberian itu dan. menunaikan haji wajib dengannya, maka Tidak wajib. Ia boleh menolaknya karena khawatir diungkit-ungkit kembali. Sebab haji belum wajib atasnya karena belum mempunyai kemampuan. Tetapi
jika yang memberi uang itu adalah ayahnya atau saudara kandungnya, maka kami
katakan : Silahkan terima pemberian itu dan laksanakanlah ibadah haji dengannya,
karena ayahmu dan saudara kandungmu tidak akan mengungkit-ngungkit kembali
pemberian itu.
Seandainya orang itu tidak meninggalkan harta peninggalan maka disunnahkan bagi ahli warisnya untuk menunaikan haji baginya. Apabila ahli warisnya itu sendiri yang menunaikan haji baginya atau mengutus orang berhaji bagi orang yang meninggal itu maka telah gugurlah kewajiban haji bagi orang yang meninggal itu walaupun yang berhaji itu adalah orang asing maka tetap dibolehkan walaupun orang itu menunaikan tanpa seizing ahli warisnya sebagaimana dibolehkannya menunaikan utangnya tanpa seizin ahli warisnya. (Al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 5859)
Adapun seorang yang melakukan haji bagi orang lain maka ia haruslah orang yang terlebih dahulu sudah menunaikan ibadah haji untuk dirinya sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw pernah mendengar seorang laki-laki yang mengatakan,”Labbaik bagi Syubrumah.” Nabi saw bertanya,’Siap Syubrumah?” orang itu mengatakan,”Saudara laki-lakiku atau kerabatku.” Nabi saw bertanya,”Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu?” orang itu menjawab,”Belum.” Beliau saw bersabda,”Berhajilah untuk dirimu lalu berhajilah bagi Syubrumah.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ayat dan hdits di atas menunjukkan haramnya perbuatan maisir dan qimar dalam mu’amalat.Maisir adl tiap mu’amalah yg orang masuk ke dalamnnya setelah mengeluarkan biaya dengan dua kemungkinan; dia mungkin rugi atau mungkin dia beruntung.Qimar menurut sebagian ulama adl sama dgn maisir dan menurut sebagian ulama lain qimar hanya pada mu’amalat yg berbentuk perlombaan atau pertaruhan.Berdasarkan dua kaidah di atas berikut ini kami akan berusaha menguraikan bentuk-bentuk undian secara garis besar beserta hukumnya.Macam-Macam UndianUndian dapat dibagi menjadi tiga bagian :Satu : Undian Tanpa SyaratBentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan pasar pameran dan semisalnya sebagai langkah utk menarik pengunjung kadang dibagikan kupon undian utk tiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yg dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.Hukumnya : Bentuk undian yg seperti ini adl boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yg terlarang berupa kezhaliman riba ghararpenipuan dan selainnya.Dua : Undian Dengan Syarat Membeli BarangBentuknya : Undian yg tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yg telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas radio dan lain-lainnya. Siapa yg membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon utk ikut undian
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini , kami sadar masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami mohon dukungan saran dan kritik yang membangun untuk ke depan menjadi lebih baik.



BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

subscribe@yahoogroups.com
www.tauziyah.com

Senin, 11 Januari 2010

Be Thanksful


Be thanksful that you don't already have everything you desire
if you did,what would there be to look forward to?

Be thankful when you don't know something
for it gives you the opportunity to learn

Be thankful for the difficult times
during those times you grow

Be thankful for your limitations
Besause they give you opportunities for improvement

Be thankful for each new challenge
because it will build your setrength and character

Be thankful when you're tired and weary
because it means you've made a difference

Be thankful for your mistake
they will teach you valuable lesson

It easy to be be thankful for the good things
A life of rich fulfillment
comes to those who are also thankful for the setback